Sunday, December 17, 2023

Desember dan Semua Peperangannya

Satu entri kembali kutulis, sama seperti entri-entri sebelumnya. Bedanya, aku yang sekarang adalah aku yang telah mencapai batas tertentu, yang memiliki beberapa pencapaian yang bahkan dulu hanya berada dalam anganku. Aku telah menemukan jalan keluar dan aku berhasil menjadi penyintas dalam labirin yang membosankan. Dan terlepas dari apa yang orang lain asumsikan pada diriku, aku sama sekali tidak butuh lagi validasi semenjak aku mampu membuatnya sendiri dengan sedikit sikap narsistik.

Suasana Baru

Aku adalah pemilik sifat adaptasi yang ulung. Dan aku berharap itu tetap bekerja selayaknya di tempat baru ini. Aku berada di lingkungan baru, dengan perubahan serba mendadak yang sempat menghadapkanku pada pertikaian dengan keluarga. Ibuku, bapakku, adik-adikku. Semua terjadi karena aku adalah sulung yang semestinya punya tanggung jawab untuk membantu. Sedangkan mereka sudah sama-sama tahu, aku yang butuh bantuan ini pun melakukannya serba sendirian.

Terlepas dari itu, tempat ini tidak sebaik ekspektasi yang kubayangkan. Aku mengharap ketenangan, mengharap ada sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Namun, jika dibandingkan dengan keluhan-keluhan itu, harusnya aku malu karena kedua orang tuaku kini memberiku ruang untuk sendiri. Memperhatikan privasiku dengan tetap mengambil taruhan terbesar untuk membayar lebih. Sedangkan aku masih dalam kondisi absence dari iktikad membantu orang tua.

Aku hanya berharap, apa yang terjadi di penghujung tahun ini adalah pilihan terbaik yang Tuhan berikan kepada kami. Baik bagiku, bagi kedua orang tuaku dan juga adik-adikku.

Kapal Karam

Semenjak keinginanku untuk meninggalkan kian mendekati batas akhir, aku menemukan lebih banyak ketidakserasian sistem yang ada di dalamnya. Aku tidak perlu membahas program, fasilitas, janji manis atau apapun usaha mereka untuk membuat yang lain bertahan. Aku hanya ingin menggarisbawahi bahwa 'kondisi mereka sedang terguncang'. 

Mereka melakukan apapun untuk bertahan. Setelah sekian manusia waras memutuskan untuk melepaskan. Dan barangkali di antara sekian manusia waras itu, aku bukanlah faktor penentu mereka meratapi nasib, merenungi apa kesalahan dalam sistem mereka yang sekiranya perlu diperbaiki? Karena mereka dinaungi oleh ENTJ dengan ego setinggi langit (sama sepertiku), yang tidak mau mengalah dan semua mesti tunduk padanya. Ia pun sanggup mengubah seorang raja menjadi tunduk dan percaya 100% pada ucapannya.

Tapi apakah itu tidak akan mempengaruhi para 'penumpang kapal' yang jumlahnya selalu dielukan? Pasti beberapa dari mereka yang belum sepenuhnya menaruh loyalitas akan terbesit pikiran 'kenapa semua memilih melompat dari kapal ini? Apakah kapal ini berada dalam bahaya?'.

Ini adalah seni bertahan hidup. Seni berperang. Siapa yang tidak memperhatikan, siapa yang tidak menaruh strategi, siapa yang hanya menunggu dalam diam, akan mati perlahan-lahan. Entah mereka mati bersama-sama, atau bahkan sendirian. Dan sebelum kapal itu karam ke dasar lautan, atau setidaknya para penumpang menderita 'kelaparan', lebih baik aku menyusul yang lain untuk membuat keputusan ekstrim yaitu melompat dari kapal dan tenggelam ke dalam lautan. 

The Tug of War

Aku berada dalam sebuah 'tug of war' dengan permainan-permainan ego yang sama tingginya. Koleris sialan itu menantangku, dengan lambat kesadaran yang selama ini mengikatku untuk mengetahui sebenarnya dia adalah serigala berbulu domba. Melalui kata-kata dan nada bicaranya yang terlatih, seperti ia sudah melatihnya selama bertahun-tahun di depan kaca agar bisa meyakinkan semua tindakannya adalah benar.

Sayangnya, Si Koleris ini berhadapan dengan seorang Plegmatis-Melankolis sepertiku. Seseorang yang memiliki kelemahan terlalu peduli dan mudah percaya, namun di lain sisi juga mampu memperhatikan situasi sekitar. Aku mengetahui dia membangun tali tambang yang kokoh dan kuat untuk menantangku. Dengan jabatan, koneksi, kepercayaan, kecerdasan, kekayaan, sudah jelas dialah pemenangnya.

Aku tidak mengaku kalah, sebab semua keputusan dan penjelasan dariku sempat aku hidangkan ke atas meja makannya. Dia sempat terguncang, kok. Dan menyalahgunakan kembali kekuasaannya untuk menjilat. memvalidasi bahwa ialah yang paling harus dipercaya. Bahkan lulusan SMA yang baru bergabung 3 bulan pun tahu tentang kepribadiannya yang salah itu. Kesemena-menaan yang ia gunakan dengan sesukanya, namun tercover dengan baik melalui motivasi-validasi bullshit yang ia dengungkan beberapa kali.

Meskipun aku tetap terlihat kalah dipandang dari sudut mana pun, aku cuma bisa tertawa seperti Joker melihat strategi apa yang ia usahakan bahkan di detik-detik terakhir.

Mengundang narasumber with no spesific background untuk mem-back up posisinya dengan materi berbelit-belit layaknya presentasi seorang mahasiswa Managemen SDM. Mencatut beberapa ayat, meyakinkan khalayak akan kolerasi yang ia bawa pada materinya dengan tema yang diberikan. Membawa rekan karena takut sendirian? Sesekali mengintip pada materi seperti baru dipersiapkan  semalam? Dan apa yang paling mengejutkan, semua terdengar seperti kutbah Jumat yang diisi oleh seorang Pastor. Bagaimana kita bisa mempercayai ucapannya jika dia sendiri pun tidak punya atau tidak menjelaskan pengalaman dan background ilmunya dalam bidang yang dibahas pada materi itu? Apakah itu jenis intervensi? 

Siapa yang mengajarkanku tentang 'politik' pada akhirnya berpolitik juga.Lucu memang.

Pertanyaan berikutnya datang dari pertanyaan dokterku soal miskomunikasi pada suatu kejadian yang menyebabkan salah satu pemicu trigger. Dan untuk menjawabnya, dengan kondisi nothing to lose, aku mengukuhkan kaki untuk menemui pihak-pihak yang berkaitan dengan miskomunikasi itu. Dan bisa tebak apa yang terjadi? Kedua jawaban mereka tidak saling berkolerasi! Wah, menakjubkan sekali.

Ini seolah apa yang aku coba jelaskan dari A-Z, menghabiskan waktu satu jam, malah diplintir dan diambil 10% poinnya saja! Alasannya karena mental issues adalah hal tabu yang dibicarakan, padahal yang sakit sepertinya bukan aku, melainkan dia. Dia pasti punya abnormal personality disorder yang masih belum terlihat karena minim pressure dan backing-annya yang kuat.

Dia pikir dia Zhuge Liang yang cerdas dan bijak? Wkwkwk. Dia cuma pengkhianat kerajaan dengan pemimpin setulus Liu Bei, yang mempercayakan seluruh hati dan pikirannya untuk dimainkan. 

Ah, makanya kerajaan Liu Bei tidak bisa sekuat Cao Cao, kan? Ya karena Liu Bei terlalu baik dan lemah, makanya dikhianati pun dia tidak tahu. Masalahnya yang di samping 'dia' sekarang bukan Zhuge Liang. Dia cuma Koleris yang suka bermain politik. Hehe.

Selamat Beristirahat

Aku mendapat cukup banyak pesan setelah keputusanku melompat dari kapal. Pesan penuh dukungan, pesan dengan doa-doa terbaik, penuh dengan link-link informasi recruitment. Tapi satu pesan yang paling membuatku tersentuh justru datang dari orang konyol yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya!

Selamat beristirahat! Begitu ucapnya. 

Ya, I know you've been there. Terlalu lelah dengan semua sistem dan memilih keputusan untuk terjun bebas juga. Dan aku menyusulmu. Aku menyusul yang lainnya dengan kesalahan terbesar, yaitu kenapa tidak kulakukan lebih awal?

Tentu aku akan beristirahat. Itu alasan utamaku kenapa aku menginginkan ini jauh-jauh hari, bahkan tahun. Jika diminta bertahan lebih lama, aku pun sanggup. Namun pada kenyataannya, melalui diagnosa baru yang kini menjadi tiga, melalui intervensi ibu 'dulu kamu bilang Ibu matre, sekarang baru nyadar, kan?', melalui pengamatan mengapa para ksatria dan jenderal memilih mundur dari barisan perang. Melalui itu semua, kemudian aku tersadar. Kenapa aku mesti memaksa bertahan?

Orang tuaku tidak menuntut materi. Teman-temanku juga mengkhawatirkan kesehatanku. Dokterku mengatakan sebaiknya aku berdamai dulu dan memproses semua diagnosa yang ada. Jadi ya, aku pasti memutuskan istirahat.

Sialnya, keputusan istirahat itu justru dijadikan senjata bahwa aku melakukannya karena sebuah hukum kerajaan yang kulanggar. Seolah impiannya untuk tetap dipercaya raja, berubah destruktif menjadi sebuah fitnah di antara yang lain. Bahkan di hari terakhir sebelum melompat ke laut, dia bersiteguh dengan 'kengeyelannya' dengan membahas soal hukuman-hukuman yang malah membelit kemana-mana. 

Itu sama halnya dengan keputusan paling lucu seolah bertanya masalah hukum pidana ke anak lulusan kedokteran hewan. Hahaha. What did you expect? Membuatku tersinggung? Hey, bahkan crush-ku tidak merespons postingan video lucu di DM Instagram jauh lebih melukai harga diriku ketimbang pertanyaan 'tipis-tipis'mu itu.

............................................................................................................................

Yah, intinya malam ini adalah pertama kali aku menulis entri di kamar baruku, dengan suasana baru. Tempat tinggal baru dan titel baruku sebagai jobless. Besok hari Senin pertamaku tanpa perlu bangun pagi-pagi lagi untuk repot berangkat ke kantor. 

Besok akan kupikirkan teks-teks sederhana (yang nyatanya tidak akan berguna) untuk kusampaikan di grup sebagai salam perpisahan. Terima kasih kapal yang sudah sejauh ini berlayar bersamaku! Aku mendoakan yang terbaik bagi awak dan penumpang kapal. Tapi tidak dengan navigatornya.

Bukan soal dendam, kalau aku dendam mah sudah kublock dia. Aku cuma sudah tahu, navigasinya salah, tapi aku terlalu takut untuk memberitahu yang lainnya. Biar mereka sendiri yang memutuskan ya, sejauh apa mereka akan berlayar bersama.

Semoga tidak banyak badai biar ngga beneran karam!

Dah, aku mau istirahat! Sampai jumpa di tahun berikutnya!

Share:

2 comments: