Thursday, November 26, 2020

Kamu pun Menjelma Menjadi Alter Ego

 

"Pergilah sejauh-jauhnya, karena aku ingin merindukanmu sedalam-dalamnya, membahasmu sepuas-puasnya, mengingatmu sedetail-detailnya, mengharapmu sesakit-sakitnya dan memahami eksistensimu senyata-nyatanya. Pergilah sejauh mungkin, maka kau tidak perlu tahu itu aku."

November, salah satu bulan favoritku karena dianugerahi hujan. Dan aku menulis ini di saat hujan sedang rutin-rutinnya menyambangi bumi ketika cuaca sedang panas-panasnya. Dan entah, aku memang terlalu mahir manyangkutpautkan semesta dengan kejadian yang aku alami, dengan perasaan yang aku rasakan. Seperti dilebih-lebihkan, padahal ini cuma sebuah apresiasi atas bakat menulisku.

Penggalan puisi singkat di atas mendadak muncul di kepala saat aku tanpa sengaja membaca salah satu ‘status’nya. Seperti aku ingin menjawab dengan lantang, merespons dengan tegas bahwa keputusannya untuk pergi bukanlah hal yang menggentarkan. Meskipun aku tidak tahu subjek dalam ‘statusnya’ sungguhan aku atau bukan.

Malam saat aku akhirnya menyerah memberitahunya semua naskah-naskah berisi lukaku, berisi kedooku, berisi aibku, saat itulah aku sebenarnya sudah mempersilakan ia pergi. Aku sudah siap dengan segala risiko dibenci. Seolah sosok dia yang selama ini kuidamkan sudah ter-copy, menjadi satu sosok alter ego atas kehendakku sendiri.

Kubangun ia menjadi apa yang aku mau, sosok yang paling mampu menyakiti lewat semua kesempurnaan. Sangat jauh berbeda dari apa yang sebenarnya nyata ada dalam sosoknya. Aku benar-benar tenggelam dalam ilusi kesempurnaan yang kuciptakan sendirian. Membiarkan sosok nyatanya pergi lewat semua keikhlasan.

Aku ikhlas. Sungguh-sungguh ikhlas bila ia membenciku. Terlebih setelah ia tahu apa yang selama ini kutulis tentangnya. Tentang imajinasi indah yang kurealisasikan lewat sebuah cerita-cerita panjang. Cerita yang semestinya bisa mendapat banyak apresiasi, namun tidak pantas mendapatkan publikasi.

Oleh karena itu saat dia memutuskan pergi, aku sungguhan siap. Hatiku kuat. Aku tidak akan mengemis meminta kehadirannya kembali dalam hidupku. Aku sudah memahami diriku sendiri, sudah mampu mengenali mana luka, mana ilusi, mana bahagia dan mana nyata. Aku tidak keberatan sama sekali jika ia pergi, memutus semua rantai komunikasi yang kita miliki.

Terima kasih karena pernah ada. Kepergianmu malah memberiku banyak ruang sebebas-bebasnya untuk berekspresi tanpa takut diketahui.

Ya Tuhan, berapa entri yang cuma bisa kutulis dalam satu tahun ini?

Semoga di bulan Desember nanti ada satu entri lagi, ya? *senyum*

Share: