Friday, January 13, 2023

Sapaan Pertama di Tahun 2023

 Hai, it's been so long since the last I posted my entry. Waktu berlalu teramat cepat dan aku resmi berusia 26 tahun sekarang. Tidak ada urgensi yang berarti untuk bisa membawaku kembali menyapa di blog ini—sebenarnya. Tapi mengingat adakalanya kita mesti berkabar, untuk memberitahu siapapun bahwa kita masih hidup, maka di sini aku mulai menulis lagi. Bukan di kamar tidur dengan lampu padam seperti biasanya, kini aku duduk di sebuah cafe dan memutuskan untuk menulis satu entrirandomly.

Karena sudah lebih dari lima bulan aku tidak menyapa. Dan ini adalah tahun baru, however it's still January. Maka biarkan aku memberi kabar dulu terkait perkembangan dan hal-hal yang terjadi selama ini.

Pertama, rasa aneh yang muncul di dadaku sejak hari pertama bulan Juni adalah sesuatu yang nyata. Bukan sebuah bentuk abstrak yang tidak terdefinisi. Karena bagaimana pun aku mencoba mengabaikannya, aku selalu bereaksi berlebihan setiap kali ada sesuatu yang baik terjadi. Namun, perasaan itu tetap terinterupsi oleh sifat bawaanku sebagai anak pertama dan  seorang INFP—barangkali. Karena aku selalu punya momen di mana pada akhirnya aku membencinya tanpa atau dengan alasan, bahkan yang paling sederhana sekali pun. Namun di kemudian hari aku tetap tersenyum oleh candaannya.

Aku merasa itu titik terlemah ketika aku membagi fokus dunia kepada seseorang secara berlebih. Jadi, kuputuskan perasaan aneh itu tetap di situ tanpa usaha dikembangkan. 

Kedua, pada akhirnya aku berhasil menuntaskan apa yang dulu pernah aku dambakan. Laptop. Aku berhasil mendapatkan laptop seharga dua digit dengan uangku sendiri. Ini bukan bentuk kesombongan. Demi Tuhan. Jika mengingat dulu aku pernah menganggap laptop adalah barang yang hanya bisa dibeli oleh 'orang kaya', maka ini seperti ada keinginan terpendam untuk mematahkan anggapan itu. Terlebih aku memang tipikal orang yang tidak sepenuhnya bisa terlepas dari laptop. Aku bisa melakukan apa saja dengan laptop yang selama ini kupunya. Jadi, bukannya mubazir, laptop dua digit ini akan sangat membantuku. Terlebih ketika mengingat laptop sebelumnya mungkin akan menangis jika bisa berbicara, menuntutku karena terlalu banyak kuforsir untuk berkerja, hahaha.

Di samping itu seperti saat sekarang, kala aku duduk seorang diri di cafe. Menyicipi kopi kesukaan dengan ditemani laptop. Akan kutunjukkan bahwa laptop yang kubawa bukan lagi laptop seberat 3 kilo dengan layar penuh frame. 


Ketiga, dalam kurun waktu lima bulan terakhir aku mulai kembali mengambil atensi pada buku bacaan. Bukan hal yang merepotkan mengingat aku memang terbiasa dengan kegiatan itu bahkan sejak aku masih mengenakan seragam putih merah. Aku mulai memperbaiki lagi kealpaan literasiku yang jujur saja cukup mempengaruhi tingkat fokusku, mempengaruhi kapabilitasku dalam mengungkapkan pikiran, mempengaruhi kemampuan untuk menyusun kata. Reading helps me a lot!

Dan aku semakin memperluas koneksi untuk bisa menjaga minatku soal buku. Membentuk target sendiri agar bisa membaca sekian buku dalam kurun waktu tertentu. Dan membeli buku dengan uang gaji tanpa merasa keberatan atau berpikir dua kali—karena itu yang selalu kupikirkan sebelum kerja dulu. Membentuk koneksi dengan teman-teman sehobi untuk mendapatkan motivasi 'mereka saja bisa maka aku harus bisa'.

Keempat, aku merasa ada banyak hal yang lebih baik yang bisa kulakukan. Seperti menjawab mimpi-mimpi sederhana keluargaku yang dulu belum sempat terwujud. Meskipun jika dibandingkan dengan pencapaian orang lain, aku berada di titik ini bukanlah suatu hal yang bisa dikomparisasikan. Namun aku telah lama berhenti menggunakan standar orang lain untuk bisa mencari arti keberhasilan.

Kelima, hal paling baik. Beberapa minggu setelah aku menuliskan entri sebelumnya, aku kembali mengunjungi dokterku. Mengadu padanya tentang rasa iri yang mengembang layaknya airbag di dalam hati. Kuluncurkan rasa kebencian itu pada dokterku dan apa yang kudapat? Aku tidak menemukan esensi melarikan diri untuk sesi yang kubayar dengan jerih payah dari gajiku.

Dari sana aku mengetahui, dokter pun melakukannya untuk uang. Dokter pun manusia yang juga butuh pertolongan dari masalahnya. Dan tidak seperti mendapat resep obat demam dan flu yang bisa kamu dapatkan dari dokter manapun. Untuk menemukan dokter yang cocok dengan kondisi mentalmu, kamu butuh trial and error berkali-kali. Bersyukur jika menemukannya kali pertama. Jika sepertiku yang merasa tidak cocok? Bahkan bukan hanya obat penenang, dokternya pun membuat semuanya terasa sesak.

Namun ketidakcocokan itu justru berbuah panjang lima bulan ke depan. Di sini aku duduk di cafe selepas kerja, aku sedang dalam kondisi netral yang tidak merasakan emosi berlebih. Tidak senang. Tidak sedih. Tidak marah juga. Aku bisa lebih mengontrol perasaanku dan berfokus pada diriku sendiri. Rasa takut sudah jarang ada. Terlebih pada hal-hal tidak perlu yang bahkan belum terjadi.

Speaking of mental condition, setiap orang yang punya masalah pada mentalnya tentu ada bentuk atau sistem unik di dalam kepalanya, kan? Aku merasa demikian. Meskipun aku sudah tidak pernah merasa takut atau bereaksi berlebihan pada hal-hal sepele. Aku tetap saja mendapatkan mimpi buruk tentang kehilangan, bencana, putus asa. Aku meyakini mimpi adalah peran alam bawah sadar yang mengakumulasi semua peristiwa yang ada dalam hidup. Dan mimpi buruk yang terjadi dalam tidurku bukanlah kebetulan semata. Aku tau itu adalah proyeksi dari ramainya alam bawah sadar yang tidak bisa kukunjungi di kala aku sadar seperti sekarang.

Lalu aku juga membicarakannya pada teman satu kapasitas. Di sebuah cafe lain di tengah kota sana. Aku menjelaskan soal mimpi-mimpiku. Juga pada mimpi tidak penting yang berasal dari akumulasi hal-hal yang kualami dalam dua atau empat hari terakhir. Dia mengaku dia tidak pernah mendapatkan mimpi seperti itu di saat aku menganggapnya itu adalah hal lumrah yang terjadi hampir di setiap pengalaman manusia.

Dia justru mengaku sering menemukan dejavu dalam kegiatannya. Seperti pernah merasakan atau melakukan hal yang sama namun tidak berhasil ia temukan tepatnya kapan itu terjadi. Dari sana aku menyadari dengan kondisi yang sama-sama tidak sempurna, nyatanya hasil yang diproyeksikan oleh sistem di kepala kita berbeda. Dan memang, manusia seunik itu. Psikologi benar-benar tidak kalah untuk merebut atensi sama halnya dengan astronomi.

Meneruskan soal isi kepala manusia yang unik, aku mengantongi buku Jung's Map of The Soul. Buku ini kubeli atas rekomendasi teman di Twitter. Berisi pengenalan tentang ilmu Psikologi Jungian yang ditulis oleh 'fans-nya', Murray Stein. Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan rata-rata bahasa ilmiah psikologi yang pemahamannya butuh satu fokus yang kuat.

Meskipun harus kuakui jauh lebih mudah membaca buku diktat mata kuliah bahasa Jepang, Jung's Map of The Soul membuka mataku soal keunikan isi kepala manusia yang abstrak. Sama halnya dengan atensi dan rasa penasaranku soal alam semesta. Mereka jauh di sana, gelap, tak tergapai. Namun kita mempercayainya. Oleh karena itu ketika Jung memperkenalkan istilah Ego, Shadow, Persona, Anima/Animus dan lain sebagainya di dalam pikiran manusia, entah kenapa aku menganggap semua itu ada sama halnya dengan alpha centaury yang jaraknya ratusan juta tahun cahaya di atas sana.

Dan yah, itulah kabarku di awal tahun 2023. Menikmati streaming netflix secara bebas tanpa gangguan—pasalnya aku sudah memiliki aksesnya dengan dukungan sinyal Wifi di rumah yang cukup cepat. Mempertaruhkan waktu kerjaku yang sibuk untuk membaca buku dengan target 20 buku dalam setahun. Menerima kritikan yang cukup mengukir luka di hati, namun berhasil kutaklukkan dengan pikiran-pikiran positif tanpa bantuan obat atau dokter lagi. Tidak ada dalam waktu dekat meniatkan diri untuk mencari bantuan lagi, sementara waktu dan semoga untuk selamanya.

Dan semoga hal luar biasa yang tidak pernah aku planning di awal tahun, hal yang menyenangkan dan membuatku bangga pada pencapaianku sendiri bisa benar-benar terjadi di tahun ini.

Jika sebelumnya aku menutup entri dengan keinginan mati, maka kali ini aku menutupnya dengan doa. Aku menerima diriku apa adanya. Tidak peduli apa kekuranganku, karena fokus duniaku bukan mereka. Bukan untuk membuat mereka mau menerimaku, melainkan untuk membuat aku nyaman dengan kondisiku saat ini.

Semoga kalian pun sehat selalu.

 

Share: