Friday, January 1, 2021

Coba Lihat Apa yang Kutulis di Hari Pertama Tahun 2021

 

Hei, ini entri pertamaku di tahun 2021. Pergantian tahun yang diisi banyak resolusi sepertinya tidak menjamin akan membuat diri siapapun menjadi lebih baik. Resolusi seperti omong kosong bagai kebanyakan orang, maka dari itu aku sama sekali tidak berani mengambil risiko. Bahkan ketika harapan dan rencana orang-orang terhalang oleh adanya pandemi, aku malah kehilangan semua karena ekspektasiku sendiri. Kegagalan diriku untuk memperlakukan hati, pikiran dan fisikku dengan baik layaknya manusia normal.

Aku masih belajar bagaimana caranya untuk mencintai dan menghargai diriku lebih dari siapapun. Aku berusaha untuk masa bodo dengan semua kebahagian orang-orang, berusaha tidak membandingkan pencapaianku dengan orang-orang, berusaha tidak terganggu dengan cerita indah orang-orang. Aku ingin menikmati hidupku sendiri dan kemudian menyadari, Ya Tuhan hidupku sama sekali tidak ada apa-apanya.

Coba lihat, sebagai seorang Capricorn aku terlalu banyak menaruh rasa kepedulian bahkan kepada orang yang tidak akan pernah mau membuka dirinya untukku. Aku bertanya are u okay kepada hampir setiap orang untuk kepekaanku yang berlebihan. Rasa peduliku menghancurkanku, sebab mereka pada akhirnya akan lari kepadaku karena mereka merasa sedih, sedangkan ketika merasa bahagia, namaku hanyalah nomor sekian dalam daftar prioritasnya.

Aku merasa aku dicampakkan banyak orang. Mereka hanya bercerita soal kesedihan hidup, kegagalan dan titik terendah mereka kepadaku. Mereka tidak akan mengingatku ketika mereka merasa bahagia, entah apakah itu karena mereka tidak mau menyinggung perasaanku ataukah mereka hanya sekadar lupa untuk menceritakannya. Apa yang bisa kusimpulkan dari ini adalah; mereka hanya menganggapku sebagai manusia yang penuh dengan kesedihan dan kegagalan.

Iya, kan?

Coba pikir, kalau mereka tahu aku bahagia dan sukses, mereka akan senang berbicara denanku soal kebahagian dan kesuksesan mereka juga. BODOHNYA AKU BARU PAHAM SEKARANG. Teman yang kutemui beberapa hari kemarin, teman yang mengajakku menghabiskan malam dengan seduhan kopi di antara suara berisik hujan pukul 9 malam barangkali adalah orang yang merasa senasib denganku karena dia juga merasa dicampakkan dunia. Tunggu beberapa bulan lagi ketika dia lulus, atau ketika dia menikah, dia akan melupakanku karena terlalu asyik dengan kebahagiaannya. Toh, dia hanya menjadikanku sebagai penguatnya. Aku dimanfaatkan.

Tidak semua orang di sekitarku akan begitu. Tapi sungguh demi Tuhan aku mulai menyadari rasa peduliku yang berlebihan ternyata bisa membunuhku secara perlahan. AKu merasakan ketika satu persatu dari mereka mulai menemukan jalan keluar menuju kebahagiaan dan lantas meninggalkanku di belakang. Mereka dan aku tidak saling menyadari kalau dengan cara itu aku sungguhan cuma dimanfaatkan. Aku tidak bilang semua orang akan begitu padaku, tapi sebelum semuanya terlambat, aku mulai sadar bahwa rasa peduliku amat berbahaya.

Minggu kemarin, saat aku melihat status sedihnya, status yang bilang ia tidak berguna, entah dengan kecepatan kilat, tanpa berpikir dua kali, tanpa mempertimbangkan relasi kita yang seharusnya tidak pernah dekat, aku membalas status itu dengan kalimat penguat. Mungkin dia kaget menerima kalimat semacam itu dari orang yang tidak pernah ada di daftar teman dekatnya. Namun saat itu aku masih beranggapan aku bisa melakukan kebaikan dan kepedulian kepada siapa saja, sejauh yang kumau.

Di usiaku yang ke-24, usia yang tidak muda lagi, aku mulai menyadari duniaku bukan di sini. Orang yang paling peduli padaku, yang paling mengerti kondisi mentalku, perlahan mulai pergi. Mulanya dia hanya bilang tidak mendapat jatah libur, kerjaan menumpuk dan tidak ada waktu untuk bertemu. Lama-lama setelah kurasakan dia seperti sibuk menyembuhkan lukanya sendiri dan masih kehilangan kekuatan untuk bisa membantu menyembuhkan lukaku. Dia perlahan pergi di saat aku hanya percaya dan membutuhkan orang sepertinya. Aku kehilangan kekuatan. Kekuatan paling besar di dunia ini yang bahkan tidak bisa kudapatkan dari keluarga kandungku sendiri.

Sedangkan yang lainnya? Aku meninggalkan mereka sejak lama karena aku takut membandingkan kebahagiaan dan pencapaianku dengan mereka. Andaipun ada, mereka tidak akan paham apa yang sedang aku alami. Aku dituntut harus menjelaskan, sedangkan ketika aku menjelaskan dan mempercayai mereka karena aku terlalu hancur, mereka hanya meresposn ‘hahaha namanya juga hidup’. Jenis manusia yang tidak akan pernah bisa paham mengenai kehidupan. Manusia yang jauh dari frekuensiku, yang sayangnya kenapa bisa menjadi sisa temanku satu-satunya?!

Duniaku sungguh bukan di sini. Aku cuma mencintai orang-orang semacam Im Changkyun atau Chae Hyungwon. Mereka yang membuatku senang karena memproduksi musik yang enak didengar, atau membuat acara berdurasi pendek yang bisa membuatku tertawa. Mereka yang tidak bisa kuajak berkomunikasi, mereka yang tidak pernah bisa kujamah. Mereka yang cuma kujadikan pelarian.

Lihatlah, betapa menyedihkannya akun media sosialku. Instagram cuma membahas soal bagaimana cara terbaikku untuk memalsukan kebahagiaan. Twitter cuma membahas betapa aku menikmati karya Shownu  dan Bangchan cs. Semua jenis usaha yang kulakukan untuk mengalihkan isu kesedihanku, ketidakbahagiaanku, keputusasaanku. Semua yang kutampakkan di media sosial sama sekali bukan aku.

Uhm, aku menulis ini karena dipicu satu orang. Hahahah.

Gila, aku takut kehilangan dia padahal dia bukan siapa-siapaku. Bukan, dia bukan orang yang aku suka. Kan sudah sejak lama aku kesulitan menyukai orang. Dia adalah orang yang sering merecoki, orang yang selalu mengejar kabar di saat aku tidka berkabar, orang yang selalu nyambung untuk membahas banyak hal. Aku takut kehilangannya tapi aku malu mengakui bahwa hidupku bergantung padanya.

Sejak aku tahu fakta ini, kemungkinan dia akan pergi, aku memilih pergi duluan. Aku akan menjauh darinya duluan, aku tidak akan peduli berlebihan padanya lagi.

WHY THE FUCK I CARE FOR THOSE PEOPLE INSTEAD MYSELF?!

Ya Tuhan, ini 2021, umurku sudah 24 tahun dan aku masih ingin mati.


Share: