Monday, January 15, 2018

Review Film Insidious : The Last Key


Release : January, 5th 2018
Director : Adam Robitel
Writer : Leigh Whannell
Duration : 103 minutes
Genre : Supernatural, horror
Cast : Lin Shaye, Angus Simpson, Leigh Whannel, Spencer Locke, Caitlin Gerard, Bruce Davidson

Jujur, aku bukan penikmat film horor yang mau buang-buang duit demi beli satu seat di bioskop. Tapi karena kemaren emang lagi suntuk di rumah melulu ngabisin liburan semester ganjil, waktu diajak nonton Insidious aku mau-mau aja. Karena aku orangnya penakut, kalau nonton film horor mesti efek ketakutannya akan kebawa sampai berhari-hari. Misalnya kalau di film ada adegan hantunya muncul di langit-langit kamar, aku bakal kepikiran langit-langit kamarku juga bakal ada hantunya. Pokoknya aku parah sih kalo soal nonton film horor.
Insidious… aku males mau ngubek ulang kapan pertama kalinya film ini muncul, sekitar tahun 2010 kalo nggak salah. Yang kuinget soal film ini, pertama kalinya aku tau lewat sebuah majalah saat aku nunggu keberangkatan bus di terminal. Aku baca salah satu artikel yang ngebahas film Insidious yang pertama. Kayaknya pas SMP, atau SD. Aku lupa. Film Insidious sukses banget jadi film horor yang paling ditakuti waktu itu. Aku pun nontonnya sampai  kebayang terus sama sosok hantu berwajah merah yang nakutin Dalton.
Banyak yang berspekulasi Insidious terakhir ini adalah lanjutan dari tiga Insidious  sebelumnya, aku pun bepikiran sama. Tapi stelah nonton langsung dan kebawa alurnya yang unexpected, barulah aku sadar Insidious : The Last Key ini lebih cocok disebut sebagai prekuel ketiga Insidious lainnya. Dan ending-nya sukses bikin para penenton bilang : “Oh, gituuu.” Karena alur akhirnya akan kembali membawa kita ke cerita Insidious pertama.




Film ini dimulai ketika Elise kecil menjalani kehidupan sulitnya di rumah keluarganya di New Mexico sekitar tahun 1950-an. Sejak kecil Elise mempunyai kekuatan untuk melihat dan berkomunikasi dengan makhluk tak kasat mata seperti hantu atau bahkan iblis. Sampai-sampai adiknya, Christian selalu marah kalau menemukan Elise memanggil teman tak kasat matanya itu.
Yang paling membuat hati bergetar waktu ayahnya Elise nggak mau terima anaknya punya kemampuan supranatural itu. Setiap kali Elise ketahuan baru melihat hantu, ayahnya akan menghukum Elise dengan pukulan atau bahkan dikurung di ruangan yang gelap. Nah, di ruangan itu nanti Elise akan menemukan pintu dan suara-suara gaib yang memintanya untuk membuka pintu yang ada di sana. Dari balik pintu yang dibuka Elise, munculah sosok iblis yang di setiap jarinya ada kunci-kunci panjang dan kemunculan iblis itu yang akan menjadi momok utama di film ini.
Ibu Elise adalah satu-satunya orang di rumah itu yang percaya pada kemampuan supranatural anaknya. Bahkan ibunya meminta Elise tetap melanjutkan kemampuan itu dan merahasiakannya. Sayang, karena ibunya justru meninggal karena kekuatan astral yang di luar kendali Elise. Kemudian Elise tumbuh dengan ayah yang membenci kemampuannya dan adiknya yang merasa takut dengannya.
Di usia 16 tahun Elise memutuskan untuk melarikan diri dari rumah, dia meninggalkan adiknya bersama ayahnya yang kasar dan pemarah. Kemudian Elise menjalani kehidupan barunya sebagai cenayang yang menerima permintaan tolong dari banyak orang. Sampai ketika dia menerima panggilan dari seseorang yang ternyata tinggal di rumah semasa kecilnya di New Mexico, barulah kita akan mendalami bagaimana cerita yang sebenarnya terkuak satu persatu.
Well, aku berharap Insidious kali ini memberikan efek yang sama seperti Insidious yang lainnya. Tapi di akhir cerita, aku malah nanya sama temen di sebelahku, “Udah segitu doang?” karena aku ngerasa nggak ada rasa ketakutan yang ditinggalkan sama kayak Insidious pertama. Aku sempat mikir apa sih yang ngebuat Insidious kali ini nggak bikin aku takut? Padahal aku orangnya penakut. Apa gara-gara hantu yang muncul kurang nyeremin atau apa? Satu-satunya yang nakutin menurutku cuma musik-musik serem dan suara keras waktu ada hantu yang muncul tiba-tiba. Alurnya emang lumayan bagus, tapi entahlah nggak berhasil menghantui aku paska nonton film itu.
Banyak teman lainnya yang juga berpendapat kalau Insidious : The Last Key agak mengecewakan. Biasanya film-film bersekuel memang rawan kehabisan ide alur atau kejutan lain. Bahkan mungkin aja cerita Insidious ini sudah mencapai puncaknya di sekuel sebelumnya, jadi untuk Insidious prekuelnya malah kerasa kurang greget.
Buat kalian yang masih mikir-mikir mau nonton film ini atau nggak karena kendala takut, well jangan pernah takut buat nonton karena film ini nggak begitu nyeremin. Alasan kenapa aku masih merekomendasikan kalian untuk nonton film ini karena Insidious : The Last Key akan menutup perjalan kalian yang udah nonton sekuel Insidious sebelumnya. Tapi buat kalian yang baru pertama kalinya nonton film Insidious, kayaknya film keempat Insidious ini nggak akan membuat kalian jadi fans, deh.
Ayo, buat kalian yang penakut kayak aku dan belum berani atau belum sempat nonton, coba deh nonton film ini. Dan buktikan penilaian di review ini tentang filmnya nggak menakutkan bener atau nggak. Happy watching~




Scores of “Insidious : The Last Key” :
Plot : 7/10
Ending : 6/10
Cast : 6/10
Scenes : 8/10
Overall : 7.0


Share:

Monday, January 1, 2018

Review Film Death Note Netflix USA



Release : August, 25 2017
Director : Adam Wingard
Writter : Charles Parlapanides, Vlas Parlapanides, Jeremy Slater
Durration : 100 minutes
Genre : Horror, thriller, fantasy, mystery
Cast : Nat Wolff, Keith Stanfield, Margaret Qualley, William Dafoe, Shea Whigham, Paul Nakauchi


Aku adalah fans Death Note sejak SD, bahkan bisa disebut maniak berat. Dari Death Note-lah aku mulai paham hal-hal yang berbau jejepangan dan juga yang berbau detektif. Jadi bukan hal baru lagi kalau semua bentuk Death Note selalu kulahap habis. Mulai dari nonton animenya di akhir masa-masa SD, total keseluruhan 12 volume manganya yang berhasil kukumpulin di masa-masa SMP, ngikutin adaptasi film live action pertama, kedua, ketiga yang diperankan secara total oleh Kennichi Matsuyama di masa SMA. Sampai yang paling terbaru drama Death Note yang dibintangi aktor baru Kento Yamazaki dan tentu juga film spin-off Death Note tahun 2016 yang dibintangi oleh Si Ganteng Masahiro Higashide. Bahkan Death Note bentuk novel dengan judul BB LA Murder Cases pun sudah kubaca (meskipun lewat file PDF berbahasa Inggris, wkwkwkw).
Jadi beberapa hari yang lalu, salah seorang reader Wattpad ngobrol bareng aku di DM. Kita ngebahas tentang jurusan kuliah, hobi, tempat tinggal dan lain sebagainya. Sampai obrolan kita mengarah ke sebuah pertanyaan dari dia : “Udah pernah nonton Death Note USA?”. Dan di sana aku pahamnya malah ke Death Note Los Angeles Murder Cases itu. Terus dia ngasih aku sebuah nama, yaitu Nat Wolff. Kucarilah siapa orang itu di Google dan yang kutemukan adalah sosok pemuda kelahiran 1994 yang cukup ganteng. Dialah pemeran Kira untuk Death Note versi USA (Netflix) yang rilis bulan Agustus 2017 kemarin. Sebenernya aku cukup penasaran dan berjanji bakal nonton film itu, tapi karena reader itu bilang kalau versi film USA-nya beda banget sama Death Note asli, rasa kepoku untuk nonton film itu berkurang sepersekian persen.
Kebetulan lain muncul saat aku meminjam hard disk temen untuk meng-copy beberapa data sebelum libur kuliah. Sekalian juga aku minta film-film dari dia. Dan ya, film Death Note Netflix itu ada di dalam hard disk itu. Yaudah, sekalian aku minta dari dia. Di antara puluhan film yang kuminta, Death Note Netflix yang pertama kali aku tonton saat liburan semester. Dan soal perkataan reader waktu itu memang bener, filmnya jauh berbeda dari aslinya. Apa aja sih perbedaannya?


Light di film ini ditampilkan sebagai pemuda yang bermasalah di sekolah. Tidak mempunyai banyak teman sampai dia bertemu dengan seorang gadis anggota cheerleader bernama Mia (mungkin adaptasi dari nama Misa Amane). Jelas berbeda jauh dengan sosok Light Yagami yang asli. Light yang asli digambarkan sebagai pemuda yang rajin, pintar dan berprestasi di sekolahnya. Bahkan Light yang asli mampu menggunakan Death Note seorang diri dan justru menolak bantuan Misa Amane yang ingin menjadi tangan kanannya.
Di film Death Note Netflix ini, Nat Wolff berperan sebagai Light Turner. Dia anak seorang polisi yang seringkali bertengkar dengan ayahnya perihal nilai di sekolah. Sampai suatu hari dia mendapatkan Death Note saat di sekolah dan langsung bertemu Ryuk. Bila di film aslinya Light mencoba menulis nama orang di Death Note atas inisiatif dirinya sendiri, maka di film ini Light justru diminta oleh Ryuk untuk membunuh nama kawan sekolahnya yang berandalan di Death Note.
Perbedaan lainnya terletak pada tokoh Mia. Mia di film ini adalah pacar Light yang juga berada satu sekolah dengan Light. Berbeda dengan tokoh Misa Amane yang sejatinya merupakan salah satu artis terkenal di kota mereka. Beberapa adegan percintaan muncul di antara keduanya. Bahkan mereka berdua adalah pengguna aktif Death Note, yang mana Light menulis nama-nama penjahat di Death Note bersama dengan kekasihnya, Mia. Dan Mia adalah tokoh yang nantinya akan mencurangi Light untuk memiliki Death Note seorang diri.
Dan yang paling membedakan film Netflix ini dengan film aslinya adalah sosok detektif L. L di film ini diperankan oleh Keith Stanfield yang ditampilkan sebagai detektif tempramen dan sedikit gegabah, sangat berbeda dengan penggambaran sosok L asli yang selalu santai dan datar. Kostum ikonik yang digunakan oleh L di film ini pun bewarna hitam, bukan putih yang sudah menjadi warna identik untuk penggambaran sosok L.
Penggambran buku Death Note di film ini pun berbeda dengan aslinya. Di film ini Death Note ditampilkan sebagai buku lusuh yang tua dengan berlembar-lembar peraturan yang bentuk tulisannya pun sangat berbeda dari tulisan Ryuk di Death Note asli. Ada beberapa peraturan yang dibuat berbeda dari Death Note sebelumnya, yaitu peraturan tentang “Apabila sebuah nama sudah terlanjur ditulisakan di Death Note, dan penulisnya ingin membatalkan untuk membunuh nama itu. Maka dia memiliki hanya satu kali kesempatan untuk menggagalkan terbunuhnya korban yang namanya ditulis di Death Note itu dengan cara membakar lembarannya.” Peraturan itulah yang akan menjadi kunci utama dalam konflik di film ini.
Well, secara keseluruhan film Death Note Netflix ini sangat jauh berbeda dengan anime, manga, film maupun drama Death Note sebelumnya. Beberapa orang menyampaikan kritik kepada film ini perihal cara menulis naskah yang dinilai terlalu jauh melampaui alur aslinya. Bagi kalian yang mungkin agak terganggu dengan adaptasi yang melenceng jauh semacam film Death Note yang disutradarai oleh Adam Wingard ini, lebih baik jangan ditonton. Karena filmnya sedikit mengecewakan.
Alasan lain kenapa aku nggak begitu nyaranin kalian untuk nonton ini (apalagi kalian yang udah cinta mati sama semua serial Death Note) karena kedua peran tokoh Kira dan L di sini nggak terlalu menonjol. Apalagi L-nya. Apa yang membuat Death Note menjadi seru adalah ketika kedua tokoh Kira dan L saling mengadu taktik dan kecerdasan mereka masing-masing. Sedangkan di film ini nggak ada scene yang bener-bener menampilkan pertarungan keduanya. Plus, semua argumen dan prediksi dari L untuk mengungkap Light Turner adalah Kira sama sekali nggak bisa nyangkut di otakku. Alasannya? Karena film berdurasi 100 menit ini sangat memadatkan alur sehingga beberapa poin penting saat L menyelediki tentang Kira terasa nggak nyampe ke penonton.
Satu lagi, film ini berating dewasa. Karena beberapa adegan yang ada di film ini  mirip-mirip sama film Final Destination. Pembunuhan terjadi secara nggak wajar dan nggak masuk akal. Aku sebagai penikmat film thriller berbau psikopat aja sempat jijik ngelihat pembunuhan di film ini. Bagi kalian yang nggak kuat lihat adegan begitu, lebih baik jangan nonton daripada muntah, wkwkwk.
Tapi ada satu nilai plus kenapa film ini juga perlu ditonton. Film ini punya alur yang sedikit nggak ketebak, tepatnya waktu ending. Dan menurutku cuma di sanalah kenapa aku masih bisa rekomendasikan film ini untuk ditonton kalian, hahaha. Dalam wawancara bersama Heat Vision, sutradara Adam Wingard mengatakan Netflix akan memproduksi sekuel kedua dari film ini.  Intinya, film ini boleh kalian tonton untuk mengisi waktu senggang kalian, tapi inget beberapa warning yang udah aku review di atas. Pastikan umurmu lebih 17 tahun ke atas ya untuk bisa nonton film ini.


Scores of “Death Note Netflix USA” :
Plot : 6/10
Ending : 7/10
Cast : 7/10
Scenes : 8/10
Overall : 7.8



               
Share: